GIIAS 2025 bukan sekadar pameran otomotif. Lewat GIAC dan Daily Seminar, industri meninjau arah transisi EV, energi terbarukan, hingga penguatan industri lokal guna memajukan pasar mobil Indonesia secara berkelanjutan.
Berada di ICE BSD City pada Selasa, 29 Juli 2025, saya menyaksikan pembukaan The19th GAIKINDO International Automotive Conference (GIAC) dengan tema “Empowering the Future Thru Renewable Energy.” Kata pengantar disampaikan oleh Kukuh Kumara sebagai Sekretaris Umum GAIKINDO. Energy felt in the room saat Ignasius Jonan, mantan Menteri ESDM sekaligus Menteri Perhubungan RI, menyampaikan keynote speech yang menekankan strategi transisi energi di sektor otomotif dan pentingnya konferensi seperti GIAC sebagai ruang dialog industri dan masyarakat (Warnaplus.com).
Sepanjang GIAC, diskusi melingkupi berbagai aspek penting: kebijakan energi terbarukan, teknologi kendaraan masa depan, serta kesiapan Indonesia menuju target net zero emission (NZE) 2060. Panel menghadirkan pakar dari pemerintah, pelaku industri, dan akademisi yang membahas integrasi biosolar, bioetanol, dan regulasi mobil hybrid serta EV (MerahPutih).
GIIAS 2025 memang lebih dari sekadar pameran; Daily Seminar pada 30–31 Juli pun membahas isu strategis seperti regulasi Euro4 Diesel, penguatan ekspor, dan pengembangan industri komponen dalam negeri (ANTARA News Sulteng). Saya berkeliling ke zona seminar sambil mencatat wajah serius peserta, banyak dari mereka adalah UMKM komponen auto, startup teknologi, serta perwakilan pemerintah dan asosiasi.
Tak hanya diskusi serius, GIIAS Education Day menarik lebih dari 700 pelajar yang diajak menjelajahi pameran, berdialog langsung dengan inovator otomotif, dan mengenal peluang karier masa depan di industri ramah lingkungan (ANTARA News Sulteng, Sindonews Otomotif). Saya ikut rombongan pelajar dari SMK yang terlihat kagum saat mempelajari zonasi EV charging, simulasi emisi CO, dan fungsi fitur keselamatan canggih.
Memasuki zona test drive, saya melihat langsung antusiasme pengunjung. Sepanjang pameran tercatat hampir 20.000 trip test drive, memfasilitasi keinginan mencoba mobil EV maupun hybrid di trek khusus, bahkan unit-unit diuji melewati water obstacle untuk mengetes kemampuan dalam kondisi ekstrem (Moladin, Otomotif ANTARA News). Ini mencerminkan bahwa masyarakat semakin berminat terhadap teknologi kendaraan terbaru.
Data penonton juga menunjukkan keberhasilan acara: selama 11 hari pameran dari 24 Juli hingga 3 Agustus 2025, GIIAS 2025 dihadiri 485.569 pengunjung, tumbuh sekitar 7% dibanding tahun sebelumnya (Otomotif ANTARA News). Lebih dari 60 merek otomotif global turut serta—terdiri dari 39 merek mobil penumpang, 4 merek kendaraan komersial, 17 merek sepeda motor, serta 120 merek komponen dan aksesoris pendukung yang memperkaya ekosistem otomotif Indonesia (Otomotif ANTARA News).
Dari sudut pandang naratif, saya mengikuti jalannya seminar GIAC pada pagi hari, lalu berpindah ke booth startup lokal yang memperkenalkan aplikasi monitoring baterai EV. Mereka menghadapi kendala minimnya regulasi dan kerjasama dengan produsen besar. Ini membuka mata saya bahwa pasar masa depan bukan hanya soal kendaraan, tapi juga ekosistem digital dan manufaktur lokal.
Sore harinya saya kembali ke area edukasi. Audio visual menampilkan simulasi integrasi smart charging, daur ulang baterai EV, hingga peluang profesi teknisi kendaraan listrik. Para pengunjung tampak serius, beberapa bertanya hal-hal teknis tentang daya rumah tangga untuk pengisian listrik. Fenomena ini mempertegas bahwa edukasi publik memang masih krusial agar masyarakat memahami manfaat EV secara riil.
Di malam hari, saya duduk di tribune seminar Daily Seminar yang membahas investasi lokal dan potensi ekspor komponen automotif. Para pembicara menyuarakan aspirasi agar Indonesia makin mandiri melalui produksi komponen berbasis teknologi tinggi. Bahkan mereka membandingkan misi pemerintah NZE 2060 dengan kesiapan industri lokal yang masih perlu digenjot lagi (ANTARA News Sulteng, Gaikindo).
Pengalaman sehari penuh tersebut membuat saya menyadari satu hal: GIIAS 2025 benar-benar menyuguhkan masa depan pasar mobil Indonesia. Tapi untuk mewujudkannya, ada tantangan nyata yang harus dijawab. Regulasi EV perlu dipercepat, infrastruktur SPKLU harus merata, dan insentif finansial perlu lebih inklusif. Selain itu, integrasi teknologi—seperti AI, OTA, sistem infotainment, dan startup pendukung—juga perlu diprioritaskan.